Monday, December 6

Putri Terminal




Aku memang bukan seorang pujangga yang bisa merangkai sebuah kata-kata indah dan menyulam suatu masalah menjadi sebuah syair-syair nasehat bagi yang membacanya, bukan juga seorang sutradara yang bisa mengemas cerita menjadi sebuah menu yang layak dijual dan di sajikan kepada masyarakat yang memang haus akan sebuah hiburan. Tapi aku akan mencoba menguraikan sebuah pengalaman-pengalamanku dan mengemas dalam bahasaku sendiri, syukur kalau yang membacanya mengetahui makna dan alur ceritanya tapi jika sebaliknya jangan dicemooh dan dihina ya, karena memang aku bukan seorang cerpenis.
          Tiga hari yang lalu aku mendapat tugas dari atasanku untuk dinas ke Jakarta, sebuah kota yang sangat besar yang tak pernah sebelumnya aku bayangkan untuk aku jajaki, mendengar kota dan cerita-ceritanya saja sebenarnya aku sudah ngeri apalagi harus menjajakinya bahkan untuk mengelilinginya. Tetapi karena tugas aku terpaksa harus menjalaninya demi ke profesionalan diri sebagai karyawan yang harus aku tunjukan.
          Perjalanan yang sangat mendebarkan hatiku sepanjang hidupku selama ini yang aku rasakan, semenjak keluar dari rumah dan sampai dengan kota yang begitu besar dan luas, dan saya kira juga berbagai macam suku yang menghuninya dengan berjuta kepentingan-kepentingan masing-masing.
          Seakan tak pernah berhenti aku memikirkannya, karena kecemasanku tersebut sehingga aku tak begitu menikmati perjalanan ini, bahkan aku tak bisa tidur ketika aku berada didalam sebuah kendaraan yang saya rasa tak perlu aku ucapkan dan uraikan disini, bukan karena service dan pelayanannya yang kurang memuaskan tetapi karena rasa kekhwatiran yang aku rasakan.
         Maklum, kata orang seganas-ganasnya ibu tiri tak akan pernah bisa menyaingi dengan ibu kota. Apalagi yang namanya Jakarta, sebuah kota metropolitan, tetapi siapa yang sangka ternyata perjalannanku ini menyimpan banyak cerita.
         
BLOK M KOTA KENANGAN.
          Ya itulah yang akan aku ceritakan dalam kesempatan ini,
          Mungkin anda sudah mengenal dan mendengar kata-kata di atas tersebut, tak ada yang istimewa dengan kata dan tempat tersebut, mendengar kata Blok M mungkin anda bisa langsung menjabarkannya tampa harus aku uraikan.
          Namun berbeda bagiku, blok m adalah kota kenanganku yang mungkin tak bisa dan tak akan bisa aku lupakan meskipun nama blok m akan atau sudah berubah, apalagi dengan terminalnya. Gak akan dan tak akan terlupakan.
          Terminal itulah menjadi guru dan sekaligus menjadi penasehat dalam hidupku, karena ditempat inilah cerita ini terlahirkan.
          Begitu terik dan panasnya kota Jakarta siang ini, sinar sang surya seakan-akan menusuk lenganku yang kebetulan tak terbungkus dengan jaket, pengap dan panas serta bauk gas buang kendaraan membuat keringatku bercucuran dari sekujur tubuhku.
          Dihari yang sama sudah ketiga kalinya aku singgah diterminal ini, teriak-teriak kondektur metromini seakan akan sudah tak asing lagi aku dengar di telingaku, berbeda dengan hari kemarin ketika pertama kali aku baru pijakan kaki diatas terminal ini, dan sekarang aku sudah bisa membedakan lorong-lorong panjang yang berjumlah enam buah ini, tampa harus bertanya kepada bapak polisi atau bapak dinas perhubungan.
          Nomor-nomor keramat di kaca-kaca depan metro mini sudah tercopy dan terurai di buku kerjaku, nomor tersebut sengaja aku abadikan dengan maksud dan tujuan agar kelak siapa tahu aku masih diberi kesempatan menginjakan kaki lagi disini aku tidak perlu repot-repot harus bertanya kepada orang.
          Metromini Bernomor punggung 605A jurusan Rangunan – Blok M yang mengantarkanku ketiga kalinya di hari yang sama pada terminal ini  kali ini hari sudah menunjukan pukul 17.00 waktu setempat.
          Saat aku turun dari metromini  ini mataku terperangkap pada sebuah gerobak yang tak jauh dari tempat ku berhenti, sebuah gerobak yang berisikan sebuah bola-bola daging alias bakso, seketika perutkupun bernyanyiria sehingga kedua kaki ini tak ada rasa segan untuk menghampirinya.
          Tampa harus basa-basilagi aku langsung memesanya, tapi tiba-tiba aku dikejutkan dengan kehadiran sesosoh mahluk hawa yang memiliki tubuh ideal, berkulit putih ber paras cantik dan tingginya semampai, mulanya sih aku cuek saja dan tampa menghiraukan kehadiranya tentunya sambil menyikat habis bakso yang aku pesan.
          Tapi lama kelamaan aku merasa canggung dan sedikit gugub setelah kutahu wanita yang duduk didepanku selalu melirik dan mencuri-curi pandang terhadapku, entah kenapa tiba-tiba aku menjadi gerogi sendiri ya, apalagi ketika ia mulai menyapaku dengan sebuah senyuman.
          Sejurus kemudian kamipun saling bercerita dan seakan-akan sudah kenal sebelumnya, bahkan aku bisa ddibuat ketawa ngakak, ketika ia bercerita dan melawak didepanku, seakan-akan kami selalu nyambung setiap topic-topik yang kita bicarakan.
          Bahakan seorang pengemispun tersihir dengan keakrapan kami dan mereka menganggap jika kita adalah pasangan sejoli, mendengar kata-kata pengemis membuat kami berdua saling tertawa ngakak sehingga membuat terkejut abang tukang baksonya.
          Pacaran…, itulah kata spontanitas yang keluar dari mulutku, kenal aja belum pacaran..!!, candaku terhadap wanita ini.
          Apa kita kayak orang pacaran? Tanya wanita tadi terhadapku
          Tau, sambil ku angkat kedua bahuku
          Ha..ha..ha.., kita berdua pun saling ngakak bersama
Dan tiba-tiba aku dikejutkan dengan ucapannya, ternyata wajahku mirip dengan mantan kekasihnya, mulanya aku tidak percaya tapi setelah ia menbuka dompet dan menunjukan sebuah photo aku jadi percaya. Ternyata memang benar wajahku benar-benar mirip dengan mantan pacarnya.
          Sekarang dimana dia? Tanyaku
          Sudah pulang bang?
          Pulang kemana? Tanyaku dengan rasa penasaran., pulang kampong maksudmu…?
Namun wanita tadi hanya diam dan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, dan tiba tiba matanya mulai sembab dengan dengan butir-butir air mata. Serta tak lama kemudian wajah cantiknyapun dibanjiri airmata.
          Dengan lirih dia berkata, pulang kepada yang menciptakannya.
Ob.., maaf jika aku membuatmu jadi sedih mengingatkanmu pada masa lalu,
          Sebenarnya aku sengaja menghampiri abang, dan sudah bahkan sedari tadi ketika abang naik bus itu, hanya abang saja yang tidak mengetahuinya karena aku duduk di belakangmu.
          Wajahmu begitu mirip dengan mantanku, bolehkah aku memandangmu lebih lama lagi bang? Pintanya terhadapku dengan nada yang memelas.
         Silahkan jika itu bisa membuatmu lega dan bisa mengobati rasa rindumu, jawabku dengan pelan. Tiba-tiba wanita tadi beranjak dari tempat duduknya dan menubrukku serta memelukku erat, karena merasa kasihan akupun mengelus kepalanya dan membiarkannya menangis dalam pelukanku.
          Jika abang ada waktu, sudikah kiranya abang singgah dirumahku, pintu rumahku terbuka lebar untukmu. Ucap wanita itu, sambil melepas pelukannya.
          Laik kali aku akan mampir, tapi tidak untuk hari ini karena masih banyak tugas yang belum aku selesaikan. Jawabku dengan jujur terhadapnya. Dan tiba-tiba menarik tangan kariku serta menuliskan sebuah nomor hendponya. Sebelum ia pergi dan berlari masuk kedalam sebuah bus.
          Tak lama dari itu tiba-tiba Jakarta diguyur hujan deras akupun berniat mencari bus untuk pulang kerumah, karena kepanikanku akupun tidak ingat jika di telapak tangan kiriku ada sebuah nomor handpon dan baru aku sadar ketika aku sudah nyapai dirumah, tapi saying nomor nya sudah terhapus mungkin ketika aku membuka pagar rumah atau pas waktu mandi malam tadi, entah lah akupun tak engat pastinya bahkan akupun lupa menanyakan siapa namanya, dan untuk mengingatnya akunamakan dengan putri terminal.

No comments:

Post a Comment

untuk itu kami sangat memerlukan partisipasi anda anda semua, dan layanan coment ini kami buka seluas luasnya