Orang-orang di sekitarku mungkin menganggap aku sebagai perempuan gila yang mencintai tiga pria sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Tetapi sungguh hal itu juga di luar akal sehatku. Bertemu dengan Rio, Dewa, dan Randi (ketiganya bukan nama sebenarnya) seolah sebagai anugerah dari Tuhan buatku. Mereka bertiga selalu menghadirkan suasana yang sangat menyenangkan dan membahagiakan hatiku.
Dari mereka bertiga aku juga mendapatkan apa yang aku cari selama ini, kemapanan, romantisme, kehangatan serta kasih sayang yang mangalir bagai air, tak pernah terputus. Padahal aku berkali-kali berfikir dengan tenang tentang siapa yang bakal aku pilih menjadi pendamping hidupku kelak, tetapi aku tak pernah mampu memilih. Nyaris Tak ada beda saat aku jatuh cinta pada Rio, Dewa dan Randi, semua serasa sama, semua mendebarkan, semua menggairahkan, semua menjanjikan. Gila!
Hingga suatu saat kuutarakan hal ini pada ibu dan tak jauh dengan sahabat-sahabatku, ibu juga menganggap aku ini gila. ‘’Ri, seharusnya kamu memilih salah satu dari mereka dan jangan memberikan harapan kepada ketiga lelaki itu sekaligus, kamu harus gunakan hati kamu jangan nafsu kamu,’’ kata ibu.
‘’Bagaimana aku mampu memilih salah seorang kalau semuanya sama baiknya, semuanya mampu membuatku terlena, bagaimana?’’ Menurut ibu aku tak mampu berpikir jernih, terbawa nafsu dan egoisme yang berlebihan. Tetapi aku merasa pikiranku teramat jernih, aku telah menimbang dengan hati dan pikiran, dengan selera dan cinta yang murni. Semuanya sudah jelas bahwa aku benar-benar mencintai mereka bertiga dengan segala kelebihan dan kekurangannya. ‘’Lalu apa lagi, harus bagaimana lagi,’’ sungutku, seolah ingin melawan ketidakadilan yang ditunjukan oleh ibu.
Saat Rio tak ada disampingku, aku segera dapat merindukan Dewa tanpa mengurangi rasa rinduku terhadap Rio, demikian juga saat Dewa pergi, aku dengan segera merindukan kehadiran Randi tanpa kehilangan rinduku terhadap Rio dan Dewa. Dan yang membingungkan aku sama sekali tak merasakan keanehan dalam diriku seperti yang dikatakan teman-teman dan bahkan ibuku sendiri. Aku mungkin memang orang aneh.
Bersama Rio, kami sering pergi keluar kota untuk menikmati keindahan-keindahan pemandangan alam, menikmati semilir angin pagi di pegunungan, menikmati rangkulan dan kehangatan tubuh Rio dalam udara dingin, terkadang di sebuah tenda, di gubuk tua atau juga di kamar-kamar hotel yang sederhana sampai hotel berkelas internasional. Aku selalu saja dapat menikmati cara-cara Rio dalam menterjemahkan sisi romantisnya.
Sementara jika bersama Dewa, aku seperti seorang permaisuri yang selalu dibalut dengan hal-hal yang agung, mewah dan serba anggun. Dewa bak seorang pendongeng yang mahir dalam membawakan cerita. Aku seringkali terhanyut oleh ungkapan-ungkapan cinta dari bibirnya yang teramat manis, membuaiku dalam kehangatan gerakannya yang bergelora, selalu menyambangiku dengan cintanya yang seperti Dewa.
Dan Randi selalu mengajakku ke lokasi-lokasi hiburan malam yang membuat adrenalinku bergolak dengan cepat. Randi memang sedikit kasar, tetapi itulah yang membuatku jatuh cinta padanya. Dekapan dan hentakan tubuhnya saat bercinta selalu membuatku terpesona, menggeliat bahkan berguncang kencang saat puncak kegairahan bertemu di persimpangan nafsu yang menggebu dan itu juga yang membuat aku begitu berharap Randi selalu ada di sisiku.
Kadang aku berpikir apa yang salah dengan cintaku kepada mereka, aku selalu mendapatkan apa yang selalu terbayang dengan sensasi seksual yang luar biasa, saat bersama Rio, Dewa dan Randi. Dan sekarang saat ibu mendampratku habis-habisan karena aku hamil, aku masih tak bisa memilih di antara mereka bertiga, ditambah aku sendiri tak tahu persis siapa ayah dari jabang bayi yang kukandung saat ini. Sungguh tak bisa.
Yang aku masih ingat, ketika suatu hari, siang sampai malam aku pernah bercinta dengan Rio, Dewa, dan Randi. Dan hal itu terjadi secara berulang-ulang seperti juga saat aku mengalami kepuasan yang juga berulang-ulang, menggeliat berulang-ulang bahkan merintih dan setengah berteriak juga berulang-ulang dengan masing-masing dari ketiga pria yang kucintai itu. Saat ibu mencaci makinya, aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa.
Meminta Rio bertanggung jawab, aku takut kehilangan Dewa, sementara untuk meminta pertanggung jawaban Dewa, aku takut kehilangan Rio dan Randi. Haruskah aku menjadi perempuan pertama di dunia yang memiliki tiga orang suami sekaligus pada waktu bersamaan, dan anakku kelak akan memanggil ayah kepada tiga ayah berbeda. Lalu aku harus bagaimana, yang jelas aku masih mencintai ketiga pria ini sampai kapanpun. <seperti dikirim kepada redaksi kami>.=mxaf
Hingga suatu saat kuutarakan hal ini pada ibu dan tak jauh dengan sahabat-sahabatku, ibu juga menganggap aku ini gila. ‘’Ri, seharusnya kamu memilih salah satu dari mereka dan jangan memberikan harapan kepada ketiga lelaki itu sekaligus, kamu harus gunakan hati kamu jangan nafsu kamu,’’ kata ibu.
‘’Bagaimana aku mampu memilih salah seorang kalau semuanya sama baiknya, semuanya mampu membuatku terlena, bagaimana?’’ Menurut ibu aku tak mampu berpikir jernih, terbawa nafsu dan egoisme yang berlebihan. Tetapi aku merasa pikiranku teramat jernih, aku telah menimbang dengan hati dan pikiran, dengan selera dan cinta yang murni. Semuanya sudah jelas bahwa aku benar-benar mencintai mereka bertiga dengan segala kelebihan dan kekurangannya. ‘’Lalu apa lagi, harus bagaimana lagi,’’ sungutku, seolah ingin melawan ketidakadilan yang ditunjukan oleh ibu.
Saat Rio tak ada disampingku, aku segera dapat merindukan Dewa tanpa mengurangi rasa rinduku terhadap Rio, demikian juga saat Dewa pergi, aku dengan segera merindukan kehadiran Randi tanpa kehilangan rinduku terhadap Rio dan Dewa. Dan yang membingungkan aku sama sekali tak merasakan keanehan dalam diriku seperti yang dikatakan teman-teman dan bahkan ibuku sendiri. Aku mungkin memang orang aneh.
Bersama Rio, kami sering pergi keluar kota untuk menikmati keindahan-keindahan pemandangan alam, menikmati semilir angin pagi di pegunungan, menikmati rangkulan dan kehangatan tubuh Rio dalam udara dingin, terkadang di sebuah tenda, di gubuk tua atau juga di kamar-kamar hotel yang sederhana sampai hotel berkelas internasional. Aku selalu saja dapat menikmati cara-cara Rio dalam menterjemahkan sisi romantisnya.
Sementara jika bersama Dewa, aku seperti seorang permaisuri yang selalu dibalut dengan hal-hal yang agung, mewah dan serba anggun. Dewa bak seorang pendongeng yang mahir dalam membawakan cerita. Aku seringkali terhanyut oleh ungkapan-ungkapan cinta dari bibirnya yang teramat manis, membuaiku dalam kehangatan gerakannya yang bergelora, selalu menyambangiku dengan cintanya yang seperti Dewa.
Dan Randi selalu mengajakku ke lokasi-lokasi hiburan malam yang membuat adrenalinku bergolak dengan cepat. Randi memang sedikit kasar, tetapi itulah yang membuatku jatuh cinta padanya. Dekapan dan hentakan tubuhnya saat bercinta selalu membuatku terpesona, menggeliat bahkan berguncang kencang saat puncak kegairahan bertemu di persimpangan nafsu yang menggebu dan itu juga yang membuat aku begitu berharap Randi selalu ada di sisiku.
Kadang aku berpikir apa yang salah dengan cintaku kepada mereka, aku selalu mendapatkan apa yang selalu terbayang dengan sensasi seksual yang luar biasa, saat bersama Rio, Dewa dan Randi. Dan sekarang saat ibu mendampratku habis-habisan karena aku hamil, aku masih tak bisa memilih di antara mereka bertiga, ditambah aku sendiri tak tahu persis siapa ayah dari jabang bayi yang kukandung saat ini. Sungguh tak bisa.
Yang aku masih ingat, ketika suatu hari, siang sampai malam aku pernah bercinta dengan Rio, Dewa, dan Randi. Dan hal itu terjadi secara berulang-ulang seperti juga saat aku mengalami kepuasan yang juga berulang-ulang, menggeliat berulang-ulang bahkan merintih dan setengah berteriak juga berulang-ulang dengan masing-masing dari ketiga pria yang kucintai itu. Saat ibu mencaci makinya, aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa.
Meminta Rio bertanggung jawab, aku takut kehilangan Dewa, sementara untuk meminta pertanggung jawaban Dewa, aku takut kehilangan Rio dan Randi. Haruskah aku menjadi perempuan pertama di dunia yang memiliki tiga orang suami sekaligus pada waktu bersamaan, dan anakku kelak akan memanggil ayah kepada tiga ayah berbeda. Lalu aku harus bagaimana, yang jelas aku masih mencintai ketiga pria ini sampai kapanpun. <seperti dikirim kepada redaksi kami>.=mxaf
Dikutip dari : www.Pekanbarumx.net
No comments:
Post a Comment
untuk itu kami sangat memerlukan partisipasi anda anda semua, dan layanan coment ini kami buka seluas luasnya