Bermodalkan keparcayaan dan keyakinan untuk meraih kesuksesan dan berharap dapat merubah garis nasib yang aku alami aku rela melepas semua kedekatanku dengan orang-rang yang selama ini memperhatikanku bahkan menyayangiku dengan setulus hati.
Banyak orang yang menasehatiku bahkan keluh kesahku sering aku curahkan di sebuah media maya, agar ketika seseorang membacanya dan aku berharap mereka mengomentarinya yang nantinya bisa aku jadikan tolak ukur dan jangkar bagi langkah-langkahku kedepan. Sungguh bukan aku pamer atau mempromosikan diriku pada khayalak ramai dan subhanalloh begitu antusiasnya mereka yang simpati memberikan komentar-komentar serta nasehat-nasehat yang selama ini tidak pernah aku bayangkan dan terbayangkan dalam sejarah hidupku. Terutama dari sahabat-sahabatku yang sudah cukup lama aku kenal. hal itu dapat aku ketahui dari perkembangan tulisanku yang sengaja aku publikasikan ke media maya.
Delapan berbanding dua jika dipresentasikan dalam bilangan genap sepuluh, delapan persen mereka menolak dan menasehatiku agar langkah yang aku ambil dapat aku pertimbangkan kembali bahkan ada juga yang tegas menolaknya, dan hanya dua persen yang mendukungku untuk maju dan meraih cita-cita.
Tapi bukan hanya semata-mata dari dukungan teman-teman di media maya yang melanggengkan itikadku untuk meninggalkan kota bertuah dan mengadu nasib dinegeri dolar. Pada saat itu ujung tombak itikadku berada pada dua orang wanita yang selama ini aku cintai seperti layaknya aku mencintai diriku sendiri, yang pertama sekali dia adalah seorang wanita yang melahirkanku dan memberiku kasih sayang yang selama ini tidak pernah terlebihi dari kasih sayang siapapun, kasih sayangnya mengalir tiada henti-hentinya sepanjang hidupku, aku sangat menghormatinya dan tidak bisa bilang tidak padanya selalu saja aku bilang iya meskipun terkadang hatiku mengatakan tidak. Tapi aku ikhlas melakukannya karena jasanya sangat tak terhingga bagiku. Dan wanita kedua adalah sesosok gadis yang sangat cantik dan bijak sana yang selama ini aku idam-idamkan untuk menjadi teman dalam hidupku dan menjadi seorang ibu dari calon anak dari darah dagingku kelak jika tuhan menghendaki serta meridhoinya. Dia adalah wanita yang sangat bijak, baik dan sholeha, karenanya hatiku tersandra dalam naungan cintanya.
Tentunya ibu adalah orang yang pertama aku mintai pendapat tentang niatku untuk merantau di negeri dolar, sungguh sangat terkejutnya ia tatkala aku beritahu dari sebuah telepon genggamku yang belum lama aku beli.
“Pertimbangkan dengan yang sematang-matangnya nak” itulah intisari dari nasehatnya, sungguh berat baginya untuk mengatakan tidak untukku walaupun aku merasakan ada garis-garis kesedihan dalam hatinya dan merasa berat melepasku pergi. Tetapi kebijakannya dapat menekan lidahnya untuk berkata iya.
Lain hanya dengan wanita tambatan hatiku, sepertinya ia berharap aku mengambilnya tentunya dengan alasan yang sangat rasional bagi hubungan kami, dengan perginya aku kenegeri dolar maka akan mendekatkanku dengannya yang memang selama ini kami terpisah. Oh ya, aku tinggal di ibu kota sedangkan dia tinggal di lain kota yang kira-kira jika ditempuh dengan bus memakan waktu berkisar tujuh jam perjalanan dan empat jam jika menggunakan dengan kendaraan roda dua, memang tidak begitu jauh dan masih bisa ditempuh dengan satuhari.
Dari dua pertimbangan tersebut akhirnya aku putuskan untuk hijrah ke negeri dolar ini, ibu, keluarga, teman dan tanah tempat tinggalku yang selama ini telah banyak memberiku pengalaman.
Pertengahan juli aku resmi menginjakan kakiku kenegeri dolar ini dan berharap dapat membuka bengang-benangkusut nasipku yang selama ini belum jelas akan arah motif sulamnya.
Satu minggu dinegeri dolar sudah cukup bagiku untuk beradaptasi bergaul dengan beragam suku dan mencoba menserasikan diriku pada mereka, namun berbeda dengan seminggu kemudian, serasa setahun bagiku untuk menjalaninya setelah aku tahu apa tugas dan tanggung jawabku sebagai seorang bawahan dan seorang leader bagi bawahan-bawahanku. Semua itu diluar pradugaku, mulai hari itu aku menjadi seorang yang super sibuk sehingga untuk menyisihkan waktu untuk istirahat dan makanpun tidak bisa lagi, dan tidurku pun mulai larut-larut malam, rasanya aku ingin cepat-cepat meninggalkannya, serta mencurahkan pengalaman-pengalamanku kepada sahabat-sahabat karipku. Terutama kepada ibunda tercintaku, tetapi aku selalu menahannya karena memang aku tidak mau membuat beban fikirannya bertambah dan selalu mencemaskan diriku.
“Kerasan kamu Nak disana?” itulah kata itulah kata pembuka setelah salam yang selalu ia lontarkan terhadapku tatkala ia menelpon atau aku menelponnya. Dan lagi-lagi aku berbohong terhadapnya selalu saja aku bilang kerasan.
Dan suatu malam setelah aku menerima gaji pertamaku dinegeri dolar ini, aku mencurahkan keluh kesahku terhadap wanita tambatan hatiku. Dan berharap petuah-petuahnya dapat memberiku ketentraman serta semangat kerjaku.
“Yang sabar bang, dan coba jalanin saja dulu apa yang ada semua pekerjaan pasti ada rintangannya, terkadang kita minum masih diuji oleh tuhankan?, di coba dulu masa begitu saja langsung menyerah?” begitulah kalimat yang keluar dari mulut mungil wanita bijakku.
Duh Gusti…., tak sia-sia aku menjulukinya sebagai wanita bijakku. Padahal aku berharap apa yang aku rasakan sama seperti yang ia rasakan padahal jika ia mengiyakan pasti sudah kutinggalkan negeri dolar ini.
Sungguh aku sangat bersyukur mengenalinya dan karenanya aku masih bertahan hingga detik ini dan mencoba meraup rizki untuk bekal kami nanti. Jika bukan karenanya mungkin aku belumbisa menjumpainya setelah tujuh tahun aku tidak bisa menjumpainya dan selalu berharap dapat berjumpa tapi sekarang hatiku sedikit lega walaupuh hanya sebentar aku bisa melihat dan mengobrol serta bercanda padanya.
“ Perjuangan tampa pengorbanan, tak akan berhasil”
Negeri Dolar, 18 September 2010
By: Arie Saputra
Penikmat – seni (Kominitas serpihan hati)
No comments:
Post a Comment
untuk itu kami sangat memerlukan partisipasi anda anda semua, dan layanan coment ini kami buka seluas luasnya