01.
maukah engkau menjadi istriku dan kelak ibu bagi anak-anakku? |
"pertanyaan itu aku tak tahu jawabannya sekarang, mungkin nanti.."
02. bukan bermaksud memaksa namun jawabmu adalah penenang bagi hatiku | penghapus asa bila tidak dan penambat harap bila iya
03. "kita tidak saling mengenal" | benar, namun siapapun yang mengenal Tuhannya akan saling mengenal
04. "engkau belum mengetahui semua tentang diriku" | benar, namun sebagian kecil yang sudah kuketahui sudah cukup bagi diriku
05. "engkau dan aku berbeda segala-galanya" | biarlah perbedaan jadi penambah rahmat, asalkan sama-sama kita dalam taat
06. "entahlah aku belum pasti, aku belum yakin" | ini pernikahan yang
kita berdua belum pernah menjalaninya, kita sama dalam rasa
07.
"bila nanti kita hidup susah?" | susah bersamamu dalam taat akan jadi
cerita indah, nikmat maksiat sekarang akan jadi sesalan musibah
08. "aku takut, ragu, gundah" | ragu, gundah, takut, risau itu ujian, sedangkan pengetahuan itu obatnya, bertanyalah pada-Nya
09. "mengapa harus aku?" | tidak harus engkau, hanya saja manusia bisa memilih, dan akupun juga boleh memilih
10. "apa yang engkau harapkan dariku?" | mempercayaiku dalam jalan
Allah, mendukungku dalam taat, patuh padaku dalam syariat, itu cukup
11. "bila satu saat aku membantahmu?" | aku mungkin akan marah, namun
aku akan bersabar padamu, aku haramkan tanganku atas wajahmu
12.
"bila satu saat aku mengecewakanmu?" | Rasulullah mengajarkan berbaik
padamu, mengajarmu dengan lisan Al-Qur'an dan sunnah Nabi
14. "apa yang engkau larang dariku?" | semua yang dilarang Rasulullah saw
15. "bagaimana engkau memperlakukan diriku kelak?" | aku akan
memperlakukanmu sebagaimana ayahmu menjagamu, menyayangimu, mendidikmu
16. bagaimana denganmu? apa yang engkau pinta dariku? sekarang dan kelak? | "dengarkan hamba Allah.."
17. "uang, harta, kemewahan, popularitas, semua bukan sebabku menikah,
namun taat, patuhlah pada Allah | maka akupun padamu begitu"
18.
"bila ada bagian dunia yang Allah titipkan padamu maka jadikanlah ia
bagian dakwah | kita hidup hanya sementara dan tak lama"
19. "bila ada panggilan Allah maka tinggalkanlah aku | InsyaAllah aku berharap ada waktu bersamamu selama-lamanya nanti"
20. "aku akan mendukungmu saat ada disampingku | mempercayaimu saat engkau terpisah dariku"
21. "percayakan bagiku anak-anakmu untuk kujaga dan kudidik | begitu juga harta dan kehormatanmu aman bersamaku"
22. "jadilah lelaki pemberani menghadapi manusia tapi takutlah pada Allah | muliakan aku sebagaimana engkau muliakan ibumu"
23. "jangan kecewakan amanah dari ayahku | didiklah aku, peringatkan aku | namun mohon dengan lisan kelembutan"
24. "jangan cintai aku karena aku bisa saja berubah | cintai Tuhanku dan minta Tuhanku untuk mengajariku mencintaimu"
25. "sesungguhnya aku hendak membuat bidadari-bidadari surga cemburu kepadaku | maka bantulah aku..."
Saturday, January 18
Thursday, January 9
Bersandarlah Kepada Allah
Desiran ombak yang terayun kapal kami terdengar begitu indah ditelinga.
Langit biru berhiaskan awan putih menaungi perjalanan kapal kami kali
ini. Aku berdiri dipinggir kapal memandang sekeliling samudra kehidupan
yang begitu luas. Birunya langit, jernihnya samudra, dan hembusan angin
sepertinya tersenyum padaku. Tak berapa jauh dari tempatku berdiri,
Nakhoda kapal mulai meminta seluruh awak kapalnya tuk berkumpul briefing
sesaat sebelum kami berlabuh pada dermaga berikutnya.
"Wahai awak kapal ku, sebentar lagi kita akan transit pada dermaga keikhlasan" seru nakhoda kapal yang tak lain adalah ayahku.
"Dermaga keikhlasan" seru ku di hati. Dermaga seperti apa itu? Aku belum pernah singgah sebelumnya disana. Dari ceritamu bunda, dermaga itu begitu indah. Keindahannya begitu mempesona hingga mampu membuat hati kita menjadi lapang. Membuat diri kita menjadi karpet-karpet yang empuk yang mampu menyamankan orang-orang yang mendudukinya. Membuat kita menjadi lebih bijak dalam mengarungi samudera kehidupan. Dan membuat kita menjadi lebih bahagia dengan sebenar-benarnya kebahagiaan.
"Oleh karena itu, ambilah apa-apa yang bisa kita ambil di dermaga tersebut, simpanlah dalam gudang cadangan bahan bakar kehidupan kita. Dan jadikan ia sebagai landasan dalam setiap aktivitas yang kita lakukan selama kita mengarungi samudera kehidupan ini" lanjut ayahku.
"Are U ready" tanya ayah ku bersemangat
"Yes Kapten" Jawab seluruh awak kapal dengan semangat pula
Aku jadi semakin ingin tahu seperti apakah dermaga itu. Begitu jelas penekanan kata-kata ayah akan pentingnya dermaga tsb.
briefing pun selesai. Seluruh awak kapal kembali pada posisinya semula. Akupun mulai mengayunkan langkah kakiku menuju ayah yang tersenyum padaku.
"Ayah mengapa kita harus singgah di dermaga keikhlasan?" tanyaku penuh rasa ingin tahu
Ayah tersenyum lembut mendengar pertanyaanku. Beliau terdiam sejenak sambil terus memandang wajah anak yang dicintainya ini. Tak berapa lama, suara bijaknya pun mengalun indah. Seindah suaramu bunda yang selalu menemaniku dengan cerita-cerita kepahlawanan islam.
"Wahai anak ku, kita ini berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya. Untuk itu kita harus memurnikan penghambaan kita dengan sebenar-benarnya pemurnian. Agar pada saat kita kembali, Allah ridha pada kita."
"Lalu hubungannya antara dermaga keikhlasan dengan ridha Allah itu apa ayah? tanyaku sekali lagi.
Ayah pun tertawa renyah sambil mengusap-ngusap kepalaku lembut. Aku tahu ayah sedang berpikir keras bagaimana cara menjawab pertanyaan anak usia 12 tahun ini. Dalam hatiku berkata "ayah tenanglah, bunda telah mendidikku untuk menjadi pria yang bijak seperti ayah. Agar saat aku baligh nanti aku sudah benar-benar menjadi orang yang betanggung jawab (ciri manusia dewasa kata bunda) dan selamat mengarungi masa remajaku." Bukan begitu bunda!
"anakku, memurnikan penghambaan kita pada Allah itu harus didasari pada pemahaman yang benar. maka di dermaga keikhlasanlah kita akan menempa jiwa kita tuk menjadi hamba yang ikhlas. Dan tentu engkau tahu bukan, bahwa hanya hamba-hamba yang ikhlaslah yang akan Allah ridhoi." Jawab ayah bijak
aku pun mengangguk setuju. Aku jdi teringat ceritamu bunda tentang mushab bin umair yang begitu ikhlas hanya ingin mencari keridhaan Allah dan rela meninggalkan harta kekayaannya demi cinta Rabbnya, sampai-sampai saat beliau syahid (wafat) beliau hanya memiliki kain yang bila ditarik ke kepala maka kakinya terlihat dan apabila ditarik ke kaki maka wajahnya terlihat. Kata bunda Ikhlas adalah meniatkan segala sesuatunya hanya untuk Allah dan rasulNya. bukan karena ingin harta kekayaan, dipuji ataupun ingin dianggap ada oleh manusia.
"Engkau adalah lelaki yang kelak akan memimpin dunia, memimpin keluarga (istri & anakmu), memimpin masyarakat disekitarmu, maka untuk itu engkau harus memiliki bekalan keikhlasan yang cukup dan tak pernah habis. Karena hanya dengan bekalan itulah engkau akan bisa menjadi orang yang bijak, menjadi karpet-karpet empuk bagi orang yang engkau pimpin, menjadi orang yang adil, menjadi orang yang tegar dalam menghadapi ujian, dan menjadi orang yang penuh dengan kebahagian." lanjut ayah
"seperti ayah bukan?" tanyaku menggoda
Kali ini ayah hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Akupun cuma nyengir menunjukkan gigiku ;D.
"Seperti Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin" tegas ayah padaku
Itu dermaganya nak, sebentar lagi kita akan merapat disana. Disana adalah kampung orang-orang yang ikhlas, maka kenalilah mereka dan ambillah pelajaran dari mereka. Untuk bekalan kita mengarungi samudera kehidupan ini.
“Are U Ready Son?” Tanya ayah bersemangat
“Yes Ayah” jawabku dengan penuh semangat.
Suara peluit kapal mulai berkumandang “Tuuuuuuut, Tuuuuut, Tuuuuuuuut”. Tanda kapal akan segera merapat. Sekawanan camar tlah membisikan kata selamat datang padaku, dengan tarian dan nyanyiannya.
Udara dermaga ini memang menyegarkan. Tidak tercium bau amis sedikitkun. Ajaib sekali seruku dalam hati. Padahal aktivitas nelayan disini cukup padat. Dalam perjalanan ini aku akan tetap bersama ayah (karena ini adalah kali pertamanya aku berkunjung ke dermaga ini). Sementara awak kapal yang lain bebas berkelana menemukan dan mengumpulkan apa yang mereka butuhkan. Ayah mengajakku ke arah matahari terbenam. Kata ayah disana ada pantai yang sangat indah. Pemandangannya tak kan membuatku jemu, kedai-kedainya sangat bersih, dan orang-orangnya sangat ramah. Kata bunda itu adalah tempat pertama kalinya mereka bertemu. Aku jadi ingin tahu seindah apakah pesonanya.
Langkah kaki kami terus bejalan menyusuri pantai yang indah. Benar juga kata ayah pemandangan disini benar-benar indah bunda. Pantas saja ayah dan bunda senang sekali berkunjung ke pantai ini. Dalam perjalanan kami, terlihat sebuah kedai yang cukup unik. Kedai yang bertuliskan “Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu”
“Ayah apakah kita akan kesana?” tanyaku sambil menunjuk ke arah kedai tersebut.
“Yup benar nak, kita akan kesana, belajar tentang bersandar kepada Allah, dan mendengarkan kisah-kisah hikmah dari orang-orang yang menyandarkan harapannya hanya pada Allah.
Kami pun melangkah ke arah kedai tersebut. Sesampainya dipintu kedai, terpampanglah tulisan yang sangat indah dengan ornament-ornamen laut yang menghiasinya.
Dari Abu Al-abbas Abdullah bin Abbas ra. Berkata: Suatu hari aku berada di belakang Nabi saw lalu beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa patah kata. Jagalah Allah, niscaya Dia akan senantiasa bersamamu. Bila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah, dan bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, jika semua umat manusia bersatu padu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah di tulis oleh Allah bagimu, dan jika semua umat manusia bersatu padu untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Allah bagimu. Pena telah diangkat dan catatan-catatan telah mongering.” (HR. Tirmidzi. Dia berkata, “Hadits ini hasan shahih.”)
Dalam riwayat lain dari Tirmidzi dengan redaksi: “Jagalah Allah, niscaya engkau akan senantiasa mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah diwaktu lapang niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan, ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput dari mu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu selalu mengiringi kesabaran, jalan keluar selalu mengiringi cobaan, dan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan.”
Kami pun masuk ke dalam kedai tersebut. Sesampainya didalam, kami disambut dengan kehangatan sebuah keluarga yang sangat akrab. Dipersilakan duduk ditempat, dan dijamu dengan jamuan yang segar. Alhamdulillah ternyata kami belum terlambat mendengarkan Sesi sharing experience yang ternyata akan segera dimulai. Kali ini adalah giliran seorang paman berwajah teduh yang kebagian menceritakan pengalaman hidupnya. Akupun bersiap-siap mendengarkan hikmah ini. Aku teringat pesanmu bunda, bahwa aku harus mendengarkan, menginternalisasikan, dan mengaplikasikannya. Ternyata paman tersebut adalah seorang saudagar dari negeri seberang. Berikut ini adalah kisah hidupnya.
Aku dulu adalah seorang pedagang yang sangat sukses. Setiap aku melakukan transaksi maka setiap itu pula keuntungan akan menghampiriku. Terkadang hal itu menimbulkan kesombongan tersendiri pada diriku. Aku sangat lalai dalam sholat. Kikir dalam berinfak. bahkan aku berpikir semua harta yang aku dapat adalah hasil jerih payahku, tak ada campur tangan Allah di dalamnya. Jika mengingat masa-masa itu aku benar-benar ingin menangis dan berharap Allah akan mengampuniku karena dalam kesuksesan itu aku benar-benar dalam keadaan hampa. sejenak paman itu terhenti menghapus air matanya yang mulai keluar setitik demi setitik. Tak berapa lama beliaupun melanjutkan kisah hidupnya.
Hingga suatu ketika aku berjumpa dengan seorang pemuda yang juga sangat sukses dalam berniaga. Tapi entah bagaimana, pesonanya begitu memikatku saat melihatnya. Dalam usianya yang belia, pemuda itu memiliki charisma yang sangat dasyat. Semua rekan bisnisnya tulus menghormatinya dan senang berbisnis dengannya, semua anak buahnya begitu mencintainya, semua orang yang berada disekelilingnya begitu hangat terhadapnya. Keadaannya benar-benar sangat berbeda 180derajat dengan diriku. Bahkan keluargaku saja tidak semuanya tulus mencintaiku. Saat itu aku benar-benar iri padanya dan ingn mengetahui rahasia dirinya. Aku pun memikirkan strategi jitu untuk mengetahui rahasia semua itu. Tapi jangan sampai pemuda itu tahu maksudku sebenarnya. Ya gengsilah masa aku yang lebih tua belajar dari orang yang masih terlalu muda dariku Akhirnya aku pilihlah untuk berpura-pura mengadakan kerjasama bisnis dengannya. Pertemuan pun aku atur sedemikian rupa agar tidak terkesan aku ingin mengorek-ngorek rahasianya.
Tawaran bisnis ku disambut hangat oleh pemuda itu. Kami pun agak sering bertemu untuk mengadakan deal-deal bisnis. Suatu hari dalam pertemuan bisnis yang kami laksanakan begitu alot hingga menghantarkan kami pada saat ashar. Dengan santun pemuda itu berkata “pak bagaimana jika kita beristirahat dulu sejenak dengan menunaikan hak Allah atas kita?” Seperti embun yang jatuh dipadang gersang rasanya menghampiriku. Aku sudah lama sekali tidak sholat. Ya Allah. “Ya Allah apakah ini rahasia pemuda tersebut?” ucapku di hati. Entah apa yang membuatku menuruti usulan pemuda tersebut. Aku pun sholat berjamaah dengannya. Padahal biasanya aku tak pernah mau mengindahkan ajakan orang tuk sholat. Tapi entahlah ada apa dengan pemuda rekan bisnisku ini.
Seusai sholat ashar aku pun membuang rasa gengsiku dan memberanikan diri bertanya padanya. “wahai anak muda sesungguhnya aku berbisnis denganmu bukan karena ingin mengambil keuntungan melainkan aku ingin tahu apa rahasiamu hingga orang-orang disekitar mu begitu tulus mencintaimu?”
Begitu tawadhu pemuda itu berkata “Tak ada rahasia yang khusus pak yang saya lakukan. Tapi setiap yang saya lakukan selalu saya niatkan karena Allah dan semua harapan saya sandarkan pada-Nya. Saya selalu mengingatkan diri saya bahwa saya ini tak ada apa-apanya tanpa karunia Allah. Sehingga hal itu membuat saya terus mensyukuri nikmatnya sekecil apapun yang Allah berikan. Hingga Allah menganugerakan kelapangan hati dalam diri saya dalam memandang setiap persoalan kehidupan.
Pembicaraan yang singkat namun begitu tepat mengena dihatiku. Aku jadi tahu selama ini hatiku begitu hampa karena aku tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya pengenalan. Aku seperti robot-robot tanpa jiwa. Sore itu membuatku bersemangat untuk mengenal Tunahku dan kembali ke jalanNya.
Aku teringat kali pertama aku mengenal Allah. Ternyata selama ini aku benar-benar terbutakan oleh dunia. Sebelumnya aku tak pernah tahu bahwa Allah itu begitu pencemburu, Allah maha tahu dengan apa yang kulakukan meskipun aku bersembunyi dari mata manusia sekalipun, Allah maha kuasa atas diriku dll. Dengan mengenal Allah, aku jadi faham bahwa syahadat yang aku lantunkan meminta penunaian yang benar oleh diriku. Astagfirullah ampuni hambamu ini wahai Allah. Kembali paman itu terdiam dan menghapus airmatanya.
Setelah aku mengenal Allah aku mulai menyandarkan segala harapanku padaNya. Karena aku faham bahwa segala yang terjadi padaku tak akan pernah bisa terjadi tanpa persetujuanNya. Dan aku faham bahwa aku ini berasal dari Allah dan Allah adalah tempat kembaliku jua. Sejak saat itu Aku mulai menjaga sholatku, menjaga tutur kataku, menjaga sikapku, dan menjaga diriku dan keluargaku. Akupun mulai menginfluence orang-orang disekitarku untuk memiliki mindset yang sama dengan ku. Benar kata sang pemuda itu, bahwa dada ini menjadi lebih lapang dalam menghadapi segala persoalan hidup karena hati ini dipenuhi oleh kecintaan padaNya dan karena kini sandaraku adalah sandaran terkuat dijagat raya ini.
Pernah suatu ketika aku ditipu oleh rekan bisnisku hingga hampir separuh harta bendaku terkuras. Alhamdulillah Allah menitipkan kesabaran pada diriku, Saat itu aku hanya berpikir segala sesuatunya berasal dari Allah dan akan kembali pada Allah, harta ku itu hanyalah titipan dan barang titipan pasti akan diminta oleh sang pemiliknya suatu saat nanti. Mungkin inilah saatnya Sang Pemilik (Allah) meminta titipan itu padaku. Mindset ini menjadikan ku lebih bijak dalam menyikapi ujian ini. Seandainya aku belum menyandarkan segala harapanku pada Nya tentu aku akan selalu marah-marah dan stress dibuatnya. Namun atas rahmat Allah lah aku menjadi lebih bijak. Ya Allah, aku benar-benar berharap kecintaan ini tak akan pernah pudar dari taman hatiku. Paman itu kembali terdiam dan menangis sesenggukan
Dalam ujian kali ini aku tetap menjaga sholatku, menjaga tutur kataku, mengjaga Allah dalam hatiku seperti saat dulu aku faham akan makna cukup bagiku bersandar padaNya saat dimana aku berada dalam limpahan harta karunia Nya. Allah memang baik, di segala ujian pasti terkandung hikmah yang sangat indah. Dalam ujian ini aku mendapati keluarga yang mencintaiku dalam ketulusan. Ya Allah terimakasih, Engkau menggantikan yang hilang itu dengan mutiara yang begitu indah tak terkira. Ya Allah terimakasih untuk tetap menitipkan kebahagiaan pada diri ini.
Seiring perjalanan waktu aku tetap menjalankan aktivitas bisnisku yang sempat oleng. Dengan dukungan keluarga yang tulus aku menjadi lebih giat berusaha. Tak lama berselang kira-kira setengah bulan dari kejadian penipuan itu, Allah mengkaruniakan keuntungan yang 2x lebih banyak dari harta yang hilang itu. Wahai Allah, janjimu memang benar dan Engkau maha pemenuh janji. Sungguh aku mohon padaMu agar menetapkan hati ini untuk senantiasa hanya bersandar pada Mu.
Itu adalah kisah hidup paman berwajah teduh tersebut. Aku begitu takjub mendengarnya. Dan berharap dalam hati agar menjadi orang-orang yang menyandarkan harapanku hanya pada Allah. Kulihat wajah ayah dan paman-paman yang lain dipenuhi dengan air mata. Ada kerinduan diwajah mereka. Dan sepertinya harapan mereka sama denganku. Wahai Allah kutitipkan kebahagian ini pada secarik kertas harapan yang kutujukan hanya pada Mu.
Senja pun mulai mengundurkan diri dalam peraduan hari petanda malam kan menjelang. Kami semua bergegas tuk beristirahat memenuhi hak Allah atas kami. Dan untukmu bunda, aku tlah menemukan salah satu hikmah di dermaga keikhlasan ini. Sekian dulu surat dari anakmu esok disambung lagi ya bunda. :-*
Wassalamu’alaikum
Salam cinta
Anak tersayangmu
tulisan ini terinspirasi dari mu wahai teman-teman ku yang telah sharing pengalaman kalian akan bersandar hanay pada Allah. Semoga ukhuwah kita tetap akan hangat dan semakin hangat. luv u all coz Allah.
ES
Mei 08
"Wahai awak kapal ku, sebentar lagi kita akan transit pada dermaga keikhlasan" seru nakhoda kapal yang tak lain adalah ayahku.
"Dermaga keikhlasan" seru ku di hati. Dermaga seperti apa itu? Aku belum pernah singgah sebelumnya disana. Dari ceritamu bunda, dermaga itu begitu indah. Keindahannya begitu mempesona hingga mampu membuat hati kita menjadi lapang. Membuat diri kita menjadi karpet-karpet yang empuk yang mampu menyamankan orang-orang yang mendudukinya. Membuat kita menjadi lebih bijak dalam mengarungi samudera kehidupan. Dan membuat kita menjadi lebih bahagia dengan sebenar-benarnya kebahagiaan.
"Oleh karena itu, ambilah apa-apa yang bisa kita ambil di dermaga tersebut, simpanlah dalam gudang cadangan bahan bakar kehidupan kita. Dan jadikan ia sebagai landasan dalam setiap aktivitas yang kita lakukan selama kita mengarungi samudera kehidupan ini" lanjut ayahku.
"Are U ready" tanya ayah ku bersemangat
"Yes Kapten" Jawab seluruh awak kapal dengan semangat pula
Aku jadi semakin ingin tahu seperti apakah dermaga itu. Begitu jelas penekanan kata-kata ayah akan pentingnya dermaga tsb.
briefing pun selesai. Seluruh awak kapal kembali pada posisinya semula. Akupun mulai mengayunkan langkah kakiku menuju ayah yang tersenyum padaku.
"Ayah mengapa kita harus singgah di dermaga keikhlasan?" tanyaku penuh rasa ingin tahu
Ayah tersenyum lembut mendengar pertanyaanku. Beliau terdiam sejenak sambil terus memandang wajah anak yang dicintainya ini. Tak berapa lama, suara bijaknya pun mengalun indah. Seindah suaramu bunda yang selalu menemaniku dengan cerita-cerita kepahlawanan islam.
"Wahai anak ku, kita ini berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya. Untuk itu kita harus memurnikan penghambaan kita dengan sebenar-benarnya pemurnian. Agar pada saat kita kembali, Allah ridha pada kita."
"Lalu hubungannya antara dermaga keikhlasan dengan ridha Allah itu apa ayah? tanyaku sekali lagi.
Ayah pun tertawa renyah sambil mengusap-ngusap kepalaku lembut. Aku tahu ayah sedang berpikir keras bagaimana cara menjawab pertanyaan anak usia 12 tahun ini. Dalam hatiku berkata "ayah tenanglah, bunda telah mendidikku untuk menjadi pria yang bijak seperti ayah. Agar saat aku baligh nanti aku sudah benar-benar menjadi orang yang betanggung jawab (ciri manusia dewasa kata bunda) dan selamat mengarungi masa remajaku." Bukan begitu bunda!
"anakku, memurnikan penghambaan kita pada Allah itu harus didasari pada pemahaman yang benar. maka di dermaga keikhlasanlah kita akan menempa jiwa kita tuk menjadi hamba yang ikhlas. Dan tentu engkau tahu bukan, bahwa hanya hamba-hamba yang ikhlaslah yang akan Allah ridhoi." Jawab ayah bijak
aku pun mengangguk setuju. Aku jdi teringat ceritamu bunda tentang mushab bin umair yang begitu ikhlas hanya ingin mencari keridhaan Allah dan rela meninggalkan harta kekayaannya demi cinta Rabbnya, sampai-sampai saat beliau syahid (wafat) beliau hanya memiliki kain yang bila ditarik ke kepala maka kakinya terlihat dan apabila ditarik ke kaki maka wajahnya terlihat. Kata bunda Ikhlas adalah meniatkan segala sesuatunya hanya untuk Allah dan rasulNya. bukan karena ingin harta kekayaan, dipuji ataupun ingin dianggap ada oleh manusia.
"Engkau adalah lelaki yang kelak akan memimpin dunia, memimpin keluarga (istri & anakmu), memimpin masyarakat disekitarmu, maka untuk itu engkau harus memiliki bekalan keikhlasan yang cukup dan tak pernah habis. Karena hanya dengan bekalan itulah engkau akan bisa menjadi orang yang bijak, menjadi karpet-karpet empuk bagi orang yang engkau pimpin, menjadi orang yang adil, menjadi orang yang tegar dalam menghadapi ujian, dan menjadi orang yang penuh dengan kebahagian." lanjut ayah
"seperti ayah bukan?" tanyaku menggoda
Kali ini ayah hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Akupun cuma nyengir menunjukkan gigiku ;D.
"Seperti Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin" tegas ayah padaku
Itu dermaganya nak, sebentar lagi kita akan merapat disana. Disana adalah kampung orang-orang yang ikhlas, maka kenalilah mereka dan ambillah pelajaran dari mereka. Untuk bekalan kita mengarungi samudera kehidupan ini.
“Are U Ready Son?” Tanya ayah bersemangat
“Yes Ayah” jawabku dengan penuh semangat.
Suara peluit kapal mulai berkumandang “Tuuuuuuut, Tuuuuut, Tuuuuuuuut”. Tanda kapal akan segera merapat. Sekawanan camar tlah membisikan kata selamat datang padaku, dengan tarian dan nyanyiannya.
Udara dermaga ini memang menyegarkan. Tidak tercium bau amis sedikitkun. Ajaib sekali seruku dalam hati. Padahal aktivitas nelayan disini cukup padat. Dalam perjalanan ini aku akan tetap bersama ayah (karena ini adalah kali pertamanya aku berkunjung ke dermaga ini). Sementara awak kapal yang lain bebas berkelana menemukan dan mengumpulkan apa yang mereka butuhkan. Ayah mengajakku ke arah matahari terbenam. Kata ayah disana ada pantai yang sangat indah. Pemandangannya tak kan membuatku jemu, kedai-kedainya sangat bersih, dan orang-orangnya sangat ramah. Kata bunda itu adalah tempat pertama kalinya mereka bertemu. Aku jadi ingin tahu seindah apakah pesonanya.
Langkah kaki kami terus bejalan menyusuri pantai yang indah. Benar juga kata ayah pemandangan disini benar-benar indah bunda. Pantas saja ayah dan bunda senang sekali berkunjung ke pantai ini. Dalam perjalanan kami, terlihat sebuah kedai yang cukup unik. Kedai yang bertuliskan “Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu”
“Ayah apakah kita akan kesana?” tanyaku sambil menunjuk ke arah kedai tersebut.
“Yup benar nak, kita akan kesana, belajar tentang bersandar kepada Allah, dan mendengarkan kisah-kisah hikmah dari orang-orang yang menyandarkan harapannya hanya pada Allah.
Kami pun melangkah ke arah kedai tersebut. Sesampainya dipintu kedai, terpampanglah tulisan yang sangat indah dengan ornament-ornamen laut yang menghiasinya.
Dari Abu Al-abbas Abdullah bin Abbas ra. Berkata: Suatu hari aku berada di belakang Nabi saw lalu beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa patah kata. Jagalah Allah, niscaya Dia akan senantiasa bersamamu. Bila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah, dan bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, jika semua umat manusia bersatu padu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah di tulis oleh Allah bagimu, dan jika semua umat manusia bersatu padu untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Allah bagimu. Pena telah diangkat dan catatan-catatan telah mongering.” (HR. Tirmidzi. Dia berkata, “Hadits ini hasan shahih.”)
Dalam riwayat lain dari Tirmidzi dengan redaksi: “Jagalah Allah, niscaya engkau akan senantiasa mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah diwaktu lapang niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan, ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput dari mu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu selalu mengiringi kesabaran, jalan keluar selalu mengiringi cobaan, dan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan.”
Kami pun masuk ke dalam kedai tersebut. Sesampainya didalam, kami disambut dengan kehangatan sebuah keluarga yang sangat akrab. Dipersilakan duduk ditempat, dan dijamu dengan jamuan yang segar. Alhamdulillah ternyata kami belum terlambat mendengarkan Sesi sharing experience yang ternyata akan segera dimulai. Kali ini adalah giliran seorang paman berwajah teduh yang kebagian menceritakan pengalaman hidupnya. Akupun bersiap-siap mendengarkan hikmah ini. Aku teringat pesanmu bunda, bahwa aku harus mendengarkan, menginternalisasikan, dan mengaplikasikannya. Ternyata paman tersebut adalah seorang saudagar dari negeri seberang. Berikut ini adalah kisah hidupnya.
Aku dulu adalah seorang pedagang yang sangat sukses. Setiap aku melakukan transaksi maka setiap itu pula keuntungan akan menghampiriku. Terkadang hal itu menimbulkan kesombongan tersendiri pada diriku. Aku sangat lalai dalam sholat. Kikir dalam berinfak. bahkan aku berpikir semua harta yang aku dapat adalah hasil jerih payahku, tak ada campur tangan Allah di dalamnya. Jika mengingat masa-masa itu aku benar-benar ingin menangis dan berharap Allah akan mengampuniku karena dalam kesuksesan itu aku benar-benar dalam keadaan hampa. sejenak paman itu terhenti menghapus air matanya yang mulai keluar setitik demi setitik. Tak berapa lama beliaupun melanjutkan kisah hidupnya.
Hingga suatu ketika aku berjumpa dengan seorang pemuda yang juga sangat sukses dalam berniaga. Tapi entah bagaimana, pesonanya begitu memikatku saat melihatnya. Dalam usianya yang belia, pemuda itu memiliki charisma yang sangat dasyat. Semua rekan bisnisnya tulus menghormatinya dan senang berbisnis dengannya, semua anak buahnya begitu mencintainya, semua orang yang berada disekelilingnya begitu hangat terhadapnya. Keadaannya benar-benar sangat berbeda 180derajat dengan diriku. Bahkan keluargaku saja tidak semuanya tulus mencintaiku. Saat itu aku benar-benar iri padanya dan ingn mengetahui rahasia dirinya. Aku pun memikirkan strategi jitu untuk mengetahui rahasia semua itu. Tapi jangan sampai pemuda itu tahu maksudku sebenarnya. Ya gengsilah masa aku yang lebih tua belajar dari orang yang masih terlalu muda dariku Akhirnya aku pilihlah untuk berpura-pura mengadakan kerjasama bisnis dengannya. Pertemuan pun aku atur sedemikian rupa agar tidak terkesan aku ingin mengorek-ngorek rahasianya.
Tawaran bisnis ku disambut hangat oleh pemuda itu. Kami pun agak sering bertemu untuk mengadakan deal-deal bisnis. Suatu hari dalam pertemuan bisnis yang kami laksanakan begitu alot hingga menghantarkan kami pada saat ashar. Dengan santun pemuda itu berkata “pak bagaimana jika kita beristirahat dulu sejenak dengan menunaikan hak Allah atas kita?” Seperti embun yang jatuh dipadang gersang rasanya menghampiriku. Aku sudah lama sekali tidak sholat. Ya Allah. “Ya Allah apakah ini rahasia pemuda tersebut?” ucapku di hati. Entah apa yang membuatku menuruti usulan pemuda tersebut. Aku pun sholat berjamaah dengannya. Padahal biasanya aku tak pernah mau mengindahkan ajakan orang tuk sholat. Tapi entahlah ada apa dengan pemuda rekan bisnisku ini.
Seusai sholat ashar aku pun membuang rasa gengsiku dan memberanikan diri bertanya padanya. “wahai anak muda sesungguhnya aku berbisnis denganmu bukan karena ingin mengambil keuntungan melainkan aku ingin tahu apa rahasiamu hingga orang-orang disekitar mu begitu tulus mencintaimu?”
Begitu tawadhu pemuda itu berkata “Tak ada rahasia yang khusus pak yang saya lakukan. Tapi setiap yang saya lakukan selalu saya niatkan karena Allah dan semua harapan saya sandarkan pada-Nya. Saya selalu mengingatkan diri saya bahwa saya ini tak ada apa-apanya tanpa karunia Allah. Sehingga hal itu membuat saya terus mensyukuri nikmatnya sekecil apapun yang Allah berikan. Hingga Allah menganugerakan kelapangan hati dalam diri saya dalam memandang setiap persoalan kehidupan.
Pembicaraan yang singkat namun begitu tepat mengena dihatiku. Aku jadi tahu selama ini hatiku begitu hampa karena aku tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya pengenalan. Aku seperti robot-robot tanpa jiwa. Sore itu membuatku bersemangat untuk mengenal Tunahku dan kembali ke jalanNya.
Aku teringat kali pertama aku mengenal Allah. Ternyata selama ini aku benar-benar terbutakan oleh dunia. Sebelumnya aku tak pernah tahu bahwa Allah itu begitu pencemburu, Allah maha tahu dengan apa yang kulakukan meskipun aku bersembunyi dari mata manusia sekalipun, Allah maha kuasa atas diriku dll. Dengan mengenal Allah, aku jadi faham bahwa syahadat yang aku lantunkan meminta penunaian yang benar oleh diriku. Astagfirullah ampuni hambamu ini wahai Allah. Kembali paman itu terdiam dan menghapus airmatanya.
Setelah aku mengenal Allah aku mulai menyandarkan segala harapanku padaNya. Karena aku faham bahwa segala yang terjadi padaku tak akan pernah bisa terjadi tanpa persetujuanNya. Dan aku faham bahwa aku ini berasal dari Allah dan Allah adalah tempat kembaliku jua. Sejak saat itu Aku mulai menjaga sholatku, menjaga tutur kataku, menjaga sikapku, dan menjaga diriku dan keluargaku. Akupun mulai menginfluence orang-orang disekitarku untuk memiliki mindset yang sama dengan ku. Benar kata sang pemuda itu, bahwa dada ini menjadi lebih lapang dalam menghadapi segala persoalan hidup karena hati ini dipenuhi oleh kecintaan padaNya dan karena kini sandaraku adalah sandaran terkuat dijagat raya ini.
Pernah suatu ketika aku ditipu oleh rekan bisnisku hingga hampir separuh harta bendaku terkuras. Alhamdulillah Allah menitipkan kesabaran pada diriku, Saat itu aku hanya berpikir segala sesuatunya berasal dari Allah dan akan kembali pada Allah, harta ku itu hanyalah titipan dan barang titipan pasti akan diminta oleh sang pemiliknya suatu saat nanti. Mungkin inilah saatnya Sang Pemilik (Allah) meminta titipan itu padaku. Mindset ini menjadikan ku lebih bijak dalam menyikapi ujian ini. Seandainya aku belum menyandarkan segala harapanku pada Nya tentu aku akan selalu marah-marah dan stress dibuatnya. Namun atas rahmat Allah lah aku menjadi lebih bijak. Ya Allah, aku benar-benar berharap kecintaan ini tak akan pernah pudar dari taman hatiku. Paman itu kembali terdiam dan menangis sesenggukan
Dalam ujian kali ini aku tetap menjaga sholatku, menjaga tutur kataku, mengjaga Allah dalam hatiku seperti saat dulu aku faham akan makna cukup bagiku bersandar padaNya saat dimana aku berada dalam limpahan harta karunia Nya. Allah memang baik, di segala ujian pasti terkandung hikmah yang sangat indah. Dalam ujian ini aku mendapati keluarga yang mencintaiku dalam ketulusan. Ya Allah terimakasih, Engkau menggantikan yang hilang itu dengan mutiara yang begitu indah tak terkira. Ya Allah terimakasih untuk tetap menitipkan kebahagiaan pada diri ini.
Seiring perjalanan waktu aku tetap menjalankan aktivitas bisnisku yang sempat oleng. Dengan dukungan keluarga yang tulus aku menjadi lebih giat berusaha. Tak lama berselang kira-kira setengah bulan dari kejadian penipuan itu, Allah mengkaruniakan keuntungan yang 2x lebih banyak dari harta yang hilang itu. Wahai Allah, janjimu memang benar dan Engkau maha pemenuh janji. Sungguh aku mohon padaMu agar menetapkan hati ini untuk senantiasa hanya bersandar pada Mu.
Itu adalah kisah hidup paman berwajah teduh tersebut. Aku begitu takjub mendengarnya. Dan berharap dalam hati agar menjadi orang-orang yang menyandarkan harapanku hanya pada Allah. Kulihat wajah ayah dan paman-paman yang lain dipenuhi dengan air mata. Ada kerinduan diwajah mereka. Dan sepertinya harapan mereka sama denganku. Wahai Allah kutitipkan kebahagian ini pada secarik kertas harapan yang kutujukan hanya pada Mu.
Senja pun mulai mengundurkan diri dalam peraduan hari petanda malam kan menjelang. Kami semua bergegas tuk beristirahat memenuhi hak Allah atas kami. Dan untukmu bunda, aku tlah menemukan salah satu hikmah di dermaga keikhlasan ini. Sekian dulu surat dari anakmu esok disambung lagi ya bunda. :-*
Wassalamu’alaikum
Salam cinta
Anak tersayangmu
tulisan ini terinspirasi dari mu wahai teman-teman ku yang telah sharing pengalaman kalian akan bersandar hanay pada Allah. Semoga ukhuwah kita tetap akan hangat dan semakin hangat. luv u all coz Allah.
ES
Mei 08
Subscribe to:
Posts (Atom)